MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN
PROSES HIDUP MANUSIA DAN FILSAFAT PENDIDIKAN
Dosen
Pengampu :
TAUFIQ
MUBAYDIN, S.Pd.I., M.Pd

Disusun Oleh
:
AHMAD ABDUL
ROHMAN ( 15260101872 )
ANDI SARTIKA
(15260101874)
SEKOLAH
TINGGI ILMU TARBIYAH
IBNU KHALDUN
NUNUKAN
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Sebagaimana
diketahui bahwa manusia adalah sebagai
kholifah allah di bumi, Sebagai kholifah, manusia mendapat kuasa dan
wewenang untuk melaksanakannya, dengan
demekian pendidikan merupakan urusan hidup dan kehidupan manusia dan merupakan
tanggung jawab manusia itu sendiri.
Untuk
mendidik dirinya sendiri, pertama-tama manusia harus memahami dirinya sendiri,
apa hakikat manusia, bagaimana hakikat hidup dan kehidupannya, apa tujuan hidup
dan apa pula tujuan hidupnya.
Manusia pada
dasarnya dilahirkan ke dunia sebagai bayi yang tidak dapat berbuat apa-apa
tanpa pertolongan orang lain. Namun, manusia sejak lahir telah memiliki potensi
dasar (fitrah) yang harus dikembangkan dalam sebuah lingkungan melalui bantuan
orang lain. Oleh karena itu, manusia sangat membutuhkan pendidikan guna
keberlangsungan dalm menjalani kehidupannya.
Dengan
pendidikan manusia akan berkembang menjadi yang lebih dewasa. Karena pendidikan
merupakan upaya pendewasaan manusia yaitu untuk membimbing manusia agar lebih
bertanggung jawab. Dan dengan pedidikan manusia dapat mengembangkan potensinya
dan mampu mengakses ilmu pengetahuan yang tinggi guna meningkatkan kualitas
sumber daya insaninya. Dengan demikian manusia mampu memerankan akal budinya
secara naluriah untuk meraih sejauh-jauhnya hikmah – kearifan yang lebih tinggi
dari sekedar ilmu pengetahuan.
Proses
kehidupan manusia tidak lepas dari pemikiran-pemikiran manusia akan suatu hal
atau fenomena yang terjadi. Manusia memliki akal sebagai potensi berfikir yang
senantiasa bergolak mencari kebenara-kebenaran yang tentunya sangat dipengaruhi
oleh situasi dan kondisi, sehingga pemikirannya dapat berubah-ubah atu relative
tentang suatu hal. Oleh karena itu butuh pendidikan filsafat sebagai pijakan
dalam berpikir guna mengarahkan pemikiran yang lebih bijakana. Maka, antara
filsafat, manusia dan pendidikan terdapat hubungan yang erat.
Belum
lagi manusia dalam konsep Islam mempunyai tugas dan tanggung jawab yang
sangat berat yaitu “’Abd Allah “ (hamba Allah) satu sisi dan
sekaligus sebagai “Kholifah fil Ardh” (wakil Allah di muka bumi).
1.2 Rumusan Masalah
Dalam
penyusunan makalah ini, penulis mengidentifikasi hal-hal yang mnjadi
permasalahan, diantaranya:
1.
Bagaimana gambaran tentang manusia dalam filsafat
pendidikan Islam?
2.
Bagaimana proses hidup
manusia dan filsafat pendidikan?
3.
Apa hubungannya antara
filsafat,manusia,dan pendidikan
1.3 Maksud dan Tujuan
Penyusunan
Maksud
dari pnyusunan makalah ini adalah agar
kami mendapatkan gambaran tentang pandangan filsafat pendidikan terhadap
manusia, agar mampu mnyikapi dalam filsafat pendidikan Islam.
Adapun tujuan dari kami dari makalah
ini agar kami mampu mengaplikasikan yang dapat dipahami dalam makalah itu. Dan
untuk yang membaca juga dapat memahami hal-hal yang kita bahas dan jelaskan
dalam makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pandangan Filsafat Pendidikan
Islam Tentang Gambaran Manusia
Manusia
adalah subyek pendidikan, sekaligus juga obyek pendidikan. Manusia dalam proses
perkembangan kepribadiannya, baik menuju pembudayaan maupun proses kematangan
dan intregitas, adalah obyek pendidikan. Artinya mereka adalah sasaran
atau bahan yang dibina. Meskipun kita sadarai bahwa perkembangan kepribadian
adalah self development melalui self actifities, jadi sebagai subjek yang sadar
mengembangkan diri sendiri.[1]
Dalam
Al-Qur’an banyak ditemukan gambaran yang membicarakan tentang manusia dan makna
filosofis dari penciptaannya. Manusia merupakan makhluk-Nya paling sempurna dan
sebaik-baik ciptaan yang dilengkapi dengan akal pikiran. Dalam hal ini Ibn
‘Arbi misalnya menggambarkan hakikat manusia dengan mengatakan bahwa,”tak ada
makhluk Allah yang lebih sempurna kecuali manusia, yang memiliki daya hidup,
mengetahui, berkehendak, berbicara, melihat, mendengar, berfikir, dan
memutuskan. Manusia adalah makhluk kosmis yang sangat penting, karena
dilengkapi dengan semua pembawaan atau fitrahnya dan syarat-syarat yang
diperlukan bagi mengemban tugas dan fungsinya sebagi makhluk Allah d muka bum.[2]
Sedikitnya
ada empat konsep yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk pada makna manusia,
namun secara khusus memiliki penekanan pengertian yang berbeda. Perbedaan tersebut
dapat dilihat pada konsep berikut:
a.
Konsep al-Basyar
Kata al-Basyar
dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 36 kali dan tersebar dalam 26 surat. Secara
etimologi al-Basyar juga diartikan mulamasah,yaitu persentuhan
kulit antara laki-laki dan perempuan. Makna ini dapat dipahami bahwa manusia
merupakan makhluk yang memiliki segala sifat kemanusiaan yang terbatas, seperti
makan, minum, seks, keamanan, kebahagiaan, dan lain sebagainya. Penunjukkan
kata al-Basyar ditunjukan Allah kepada seluruh manusia tanpa kecuali. Demikian
pula halnya dengan para rasul-rasul-Nya. Hanya saja kepada mereka diberikan
wahyu, sedangkan kepada manusia umumnya tidak diberikan. Firman Allah SWT.
Artinya : “katakanlah :
Sesungguhnya aku (Muhammad) hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku…” (QS. Al Kahfi/18:110)[3]
Berdasarkan
konsep al- Basyr, manusia tak jauh berbeda dengan makhluk biologis lainnya.
Dengan demikian kehidupan manusia terikat kepada kaidah-kaidah prinsip
kehidupan biologis lain seperti berkembang biak, mengalami fase pertumbuhan dan
perkembangan dalam mencapai tingkat kematangan serta kedewasaan.
Manusia
memerlukan makan, minum dengan kreteria halal serta bergizi (QS. 16 : 69) untuk
hidup dan ia juga butuh akan pasangan hidup melalui jalur pernikahan (QS. 2 :
187) untuk menjaga, melanjutkan proses keturunanya (QS. 17: 23-25). Dan Allah
SWT memberikan kebebasan dan kekuatan kepada manusia sesuai dengan batas
kebebasan dan potensi yang dimilikinya untuk mengelola dan memanfaatkan alam
semesta, sebagai salah satu tugas kekhalifahannya di muka bumi.
b.
Konsep al-Insan
Kata al-Insan
yang berasal dari kata al-uns, dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak
73 kali dan tersebar dalam 43 surat. Secara etimologi, al-Insan dapat
diartikan harmonis, lemah lembut, tampak, atau pelupa.
Dan ada juga
dari akar kata Naus yang mengandung arti “pergerakan atau dinamisme”. Merujuk
pada asal kata al- Insan dapat kita pahami bahwa manusia pada dasarnya memiliki
potensi yang positif untuk tumbuh serta berkembang secara fisik maupun mental
spiritual. Di samping itu, manusia juga dibekali dengan sejumlah potensi lain,
yang berpeluang untuk mendorong ia ke arah tindakan, sikap, serta prilakun
negatife dan merugikan.[4]
Kata
al-Insan digunakan Al-Qur’an untuk menunjukan totalitas manusia sebagai makhluk
jasmani dan rohani. Harmonisasi kedua aspek tersebut dengan berbagai potensi
yang di milikinya mengantarkan manusia sebagi makhluk Allah yang unik dan
istimewa, sempurna, dan memiliki diferensiasi individual antara satu dengan
yang lainnya,dan sebagai makhluk yang dinami, sehingga mampu menyandang
predikat khalifah Allah di muka bumi.
Perpaaduan
antara aspek pisik dan pisikis telah membantu manusia untuk mengekspresikan
dimensi al-insan al-bayan, yaitu sebagai makhluk berbudaya yang mampu
berbicara, mengetahui baik dan buruk, mengemabngkan ilmu pengetahuan dan
peradaban, dan lain sebagainya.
c.
Konsep an-Nas
Kata an-Nas
dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 240 kali dan tersebar dalam 53 surat. Kosa
kata An- Nas dalam Al- Qur’an umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia
sebagai makhluk social. Manusia diciptakan sebagai makhluk bermasyarakat, yang
berawal dari pasangan laki-laki dan wanita kemudian berkembang menjadi suku dan
bangsa untuk saling kenal mengenal “berinterksi” (QS. 49 : 13). Hal ini sejalan
dengan teori “strukturalisme” Giddens yang mengatakan bahwa manusia merupakan
individu yang mempunyai karakter serta prinsip berbeda antara yang lainnya
tetapi manusia juga merupakan agen social yang bisa mempengaruhi atau bahkan di
bentuk oleh masyarakat dan kebudayaan di mana ia berada dalam konteks sosial.[5]
d.
Konsep Bani Adam
Manusia
sebagai Bani Adam, termaktub di tujuh tempat dalam Al-Qur’an (Muhammad Fuad Abd
al- Baqi:1989). Menurut al-Gharib al-Ishfahany, bani berarti keturunan dari
darah daging yang dilahirkan. Berkaitan dengan penciptaan manusia menurut
Christyono Sunaryo, bahwa bumi dan dunia ini telah diciptakan Allah SWT jutaan
tahun sebelum Nabi Adam AS diturunkan dibumi, 7000 thn yang lalu. Pada waktu
itu Allah SWT sudah menciptakan “manusia” (somekind of humanoid) jauh sebelum
Nabi Adam AS diturunkan, sebagaimana dalam surat Al-Ankabuut ayat 19 yang
artinya:
“Dan apakah mereka tidak
memperhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian
mengulanginya (kembali). Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah”. (Al-Ankabuut:19)
Ayat ini
memperlihatkan bahwa kita seharusnya dapat memperhatikan adanya pengulangan
kerena memang telah terjadi. Bukan pengulangan kebangkitan kembali nanti
setelah hari kiamat, karena (pengulangan) kebangkitan setelah kiamat itu belum terjadi,
sehingga masih sulit untuk di mengerti oleh yang tidak percaya.
Dan banyak
ayat-ayat Al- Qur’an, data dan kejadian yang menunjang konsep pemikiran ini.
Seperti misalnya: Pada saat manusia akan diciptakan Allah SWT untuk menjadi
kalifah dibumi, bagaimana para Malaikat mungkin mengetahui bahwa manusia hanya
akan membuat kerusakan diatas bumi. Sedangkan Malaikat hanya mengetahui apa-apa
yang diberitahukan Allah SWT kepada mereka. Tentunya karena memang mereka
pernah mengetahui adanya “manusia” dibumi sebelum Adam AS diciptakan.
Oleh sebab
itu Allah SWT selalu menyatakan bahwa: “Manusia (anak-cucu Adam AS ) diciptakan
dalam kesempurnaan-nya”. Dalam Injil dikatakan bahwa “Man was created upon the
image of God). Serta banyak kalimat pada Taurat (Perjanjian Lama) yang
membedakan antara “anak manusia” dan “anak Allah”, “adanya manusia-manusia yang
besar pada saat itu”, bagaimana takutnya anak-anak Adam yang keluar dari surga
dengan adanya ancaman/gangguan diluar.
Adapun yang
dikatakan dalam kitab-kitab suci, ilmu pengetahuan ataupun teknologi dapat
membuktikan bahwa ada sisa-sisa “manusia” yang telah berumur jutaan tahun.
Bahkan teori Darwin-pun mengalami kesulitan dalam menghubungkan manusia purba
dengan manusia masa kini (The missing-linktheorema). Dalam konsep ini dapat
ditarik beberapa kesimpulan bahwa: “Jelaslah dengan penjelasan di atas bahwa
Adam AS bukanlah merupakan hasil evolusi ataupun “keturunan monyet”, seperti
dikatakan Darwin.
2.2 Proses Hidup Manusia dan Filsafat Pendidikan
Manusia
sebagai penghuni alam jagat ini ternyata banyak mengikut kepada hukum yang
berlaku di alam jagat ini. Namun sebagai makhluk, dia bukanlah sebagai
makhluk-makhluk lain. Ia diberi oleh Tuhan ciri-ciri khusus untuk
membolehkannya memegang jabatan sebagai wakil atau khalifah Allah di atas bumi.
Sudah
merupakan suatu kenyataan dalam proses kehidupan manusia, bahwa mereka harus
melaksanakan tugas-tugas hidup yang dilaksanakan dan ditunaikan dengan baik dan
sempurna, sejak zaman kehidupan mereka yang sederhana, dihutan rimba dan digoa
batu, atau ditempat lainnya, sampai kehidupan umat abad 21 ini. Di dalam
kehidupan manusia yang sederhana, mereka bersusah payah dan penuh kesulitan
yang beragam dalam menghadapi perjuangan hidup, bersama dengan hewan dan
makhluk lainnya dalam memperebutkan makanan dan tempat tinggal.
Kita sebagai
orang awam sudah puas dengan jawaban pancaindra, karena sudah menyaksikan
dengan mata sendiri, bahwa manusia itu ada. Tetapi, ahli pikir seperti H.V.Loon
tidak puas dengan hal demikian. Ia ingin hakikat, yakni hakikat hidup. Sehingga
timbul beberapa pertanyaan darinya yang mungkin bagi orang lain sangat tidak
perlu untuk dipertanyakan.
Yang nyata
itu belum tentu benar. Berapa banyak orang yang dikelirukan oleh pandangan mata
dan pendengaran telinganya. Tanggapan panca indera manusia terbatas, oleh
karena itu, tidak dapat dijadikan pegangan yang kuat dan meyakinkan. Karena
kurang percaya pada alat panca indera itulah, maka Descartes(1596-1650),
Filosof beraliran Rasionalisme yang berkebangsaan Prancis yang dalam usianya
yang sudah lanjut mempertanyakan tentang ada atau tidak ada dirinya. Dia
bertanya, justru karena dia mengerti barang-barang yang infra human, artinya di
bawah taraf manusia, seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan, tidak dapat bertanya
karena tidak mengerti. Manusia mengerti, manusia menangkap dirinya. Dalam
tangkapan itu, timbullah pertanyaan tentang diri sendiri dan arti hidupnya.
Oleh karena itu, wajib bagi manusia menyadari dengan sungguh-sungguh akan
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tadi. Proses pemikiran manusia seperti ini
dalam kehidupan manusia, juga mendasari perkembangan filsafat pendidikan atau
sebagai dasar filsafat pendidikan. Dalam perkembangan sejarah umat manusia,
maka tampillah manusia-manusia unggul yang mengadakan perenungan, pemikiran,
penganalisisan terhadap problem hidup dan kehidupan, dan alam semesta.
Proses
kehidupan umat manusia pada abad ke-XX telah mengalami perubahan drastis.
Pembangunan yang luar biasa dari ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong
kehidupan umat manusia, prosesnya lebih maju 100 tahun dari sebelumnya. Dengan
kemajuan teknologi, maka jarak antarbenua terasa semakin dekat, baik melalui
hubungan transportasi, telekomonikasi, dan lain-lain. Peristiwa yang terjadi
disuatu Negara telah dapat diketahui pada saat itu juga, atau relative cepat
diketahui oleh negara lain. Dan masih banyak lagi dalam penggunaan teknologi
canggih yang ada di negara kita, yang semula dianggap mustahil dan ajaib
sekarang sudah menjadi barang biasa.
Manusia
sebagai makhluk hidup umumnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Organ
tubuhnya kompleks dan sangat khusus, terutama otaknya.
2.
Mengadakan metabolisme atau penyusunan dan
pembongkaran zat, yaitu ada zat yang masuk dan keluar.
3.
Memberikan tanggapan terhadap rangsangan ari dalam dam
luar.
4.
Memiliki potensi untuk berkembang.
5.
Tumbuh dan berkembang.
6.
Berinteraksi dengan lingkungannya.
7.
Bergerak.
Apabila
dibandingkan dengan tubuh hewan tingkat tinggi lainnya, seperti gajah, harimau,
burung dan buaya, tubuh manusia lebih lemah. Gajah dapat mengangkat balok yang
berat, harimau dapat berjalan cepat, burung dapat tebang, dan buaya dapat
berenan cepat. Sekalipun demikian, rohani manusia, yaitu akal budi dan
kemauannya, manusia dapat menggembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan
kedua alat tersebut, manusia dapat menguasai dan mengungguli makhluk lain.
Manusia memiliki salah satu sifat
yang paling esensial, yaitu berpikir, dan lahirnya filsafat pendidikan tentang
manusia berasal dari pemikiran manusia tantang jati dirinya yang unik dan
misterius.
2.3 Hubungannya
Antara Filsafat,Manusia,dan Pendidikan
Kedudukan filsafat dalam ilmu pengetahuan
Filsafat adalah induk dari ilmu
pengetahuan (mater scientiarium) yang melahirkan banyak ilmu pengetahuan yang
membahas sesuai dengan apa yang telah dikaji dan diteliti didalamnya. Dalam hal
metode dan obyek studinya, filsafat berbeda dengan ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan menyelidiki masalah dari satu bidang khusus saja, dengan
menggunakan metode observasi dan eksperimen dari fakta-fakta yang dapat
diamati. Sedangkan filsafat berpikir dengan mendasar, dan menyeluruhsampai pada
fakta-fakta dibelakang yang Nampak.
Dalam ilmu
pengetahuan, filsafat mempunyai kedudukan sentral, asal, atau pokok. Karena
filsafat lah yang mula-mula merupakan satu-satunya usaha manusia di bidang
kerohanian untuk mencapai kebenaran atau pengetahuan. Kemudian lambat laun,
beberapa ilmu-ilmu pengetahuan itu melepaskan diri dari filsafat, akan tetapi
tidaklah berarti ilmu itu sama sekali tidak membutuhkan bantuan dari filsafat.
Kedudukan filsafat bagi kehidupan
manusia
Kedudukan
filsafat dalam kehidupan manusia yaitu memberikan penertian dan kesadaran
kepada manusia akan arti pengetahuan tentang kenyataan yang diberikan oleh
filsafat. Berdasarkan hasil kenyataan, maka filsafat memberikan pedoman hidup
kepada manusia, pedoman itu mengenai sesuatu yang berada di sekitar manusia itu
sendiri, seperti kedudukan dalam hubungannya dengan yang lainnya. Kita juga
mengetahui bahwa alat-alat kewajiban manusia dalam berfikir dan bertindak
melalui dengan akal, rasa, dan kehendak. Dengan akal, filsafat memberikan
pdoman hidup untuk berfikir guna memperoleh pengetahuan. Dengan rasa dan
kehndak maka filsafat memberikan pedoman tentang kesusilaan mengenai baik dan
buruk.
Dengan
demikian, antara filsafat, manusia, dan pendidikan memiliki hubungan yang
sangat erat sekali. Karena manusia dilahirkan sebagai bayi yang tidak bisa
berbuat apa-apa tanpa bantuan lingkungan. Karena menurut jhon Locke, bahwa:
“manusia ibarat kertas putih yang masih bersih tanpa coretan”. Dan dalam masa
tertentu, kertas putih itu sedikit demi sedikit terdapat goresan-goresan
seiring perkembangannya melalui proses-proses tertentu. Artinya, manusia sejak
dilahirkan memiliki potensi yang perlu dikembangkan melalui proses pendidikan.
Dan peran filsafat dalam kehidupan manusia yaitu
sebagi pola piker manusia yang arif dan bijaksana dalam menentukan sikap dan
tindakan untuk menjalani kehidupan sesuai dengan fitrahnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Manusia
menurut Islam adalah makhluk ciptaan Allah (QS. 98: 2) dengan kedudukan yang
melebihi makhluk ciptaan Allah lainnya (QS. 95 : 4). Selain itu manusia sudah
dilengkapi dengan berbagai potensi yang dapat dikembangkan antara lain berupa
fitrah ketauhidan (QS.15 :29). Dengan fitrah ini diharapkan manusia dapat hidup
sesuai dengan hakekat penciptaannya, yaitu mengabdi kepada Allah SWT (QS. 51:
56).
Mengacu pada
ketentuan ini, maka dalam pandangan Islam, menurut Jalaludin, manusia pada
hakekatnya merupakan makhluk ciptaan Allah yang terikat dengan “Blue prient”
(cetak biru) dalam lakon hidupnya, yaitu menyadari akan dirinya sebagai “Abdul
Allah” sekaligus mempunyai tugas sebagai khalifah Allah.
Dan manusia
memiliki potensi lain yaitu akal untuk mengetahui mana yang baik dan buruk
karena akal manusia digunakan untuk berfikir atau mencari ilmu-ilmu Allah yang
secara luas tersebar di muka bumi ini. Oleh karena itu, manusia wajib mencari
pendidikan untuk kelangsuangan hidup di bumi dan di akhirat kelak.
3.2 SARAN
Sebagi
manusia hendaknya kita melakukan sesuai apa-apa yang di perintahkan oleh Allah
SWT dan menjauhi yang dilarang. Karena kita diciptakan sempurna dari pada
makhluk Allah yang lain.
Daftar
pustaka
Noor Syam, Mohammad, Filsafat
Pendidikan dan Dasar Filasafat Pendidikan Pancasila, Usaha Nasional,
Surabaya,1986, hal. 153
Ismai Raji’ Al-Faruqi, Islam dan
Kebudayaan, Mizan, Bandung, 1984, hal. 37
Prof. DR. H. Ramayulis, DR. Samsul
Nizar, MA, Filsafat pendidikan Islam, kalam mulia, Jakarta Pusat,
2009, hal. 48, 50, 57-59
Prof. Dr. H. Jalaludin, Teologi
Pendidikan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal 21
Brian Fay, Filsafat Ilmu Sosial
Kontemporer, Jendela, Yogyakarta, Cet. I, 2002, hal. 69
http://rahmatbae.blogspot.co.id/2012/11/hubungan-filsafat-manusia-dan-pendidikan.html
Seminole Hard Rock Hotel & Casino - Mapyro
BalasHapus› › Seminole Hard 경주 출장안마 Rock Hotels › › Seminole Hard Rock Hotels 세종특별자치 출장샵 Located in Fort 춘천 출장안마 Lauderdale, FL, the Seminole Hard Rock 의정부 출장샵 Hotel & Casino in 전라북도 출장마사지 Fort Lauderdale is a 4-star hotel in South Florida with 994 rooms,